BEM UI 2021: "Climate Crisis Is Never a One Country Problem..."

Dinda Marley - Minggu, 21 November 2021 08:25 WIB
Pada COP26 tahun ini, lebih dari 100 pemimpin dunia berjanji menghentikan deforestasi dan degradasi lahan (HO)

HalloMedan-co - Pada 31 Oktober hingga 12 November, 197 negara dan satu lembaga di dunia bertemu untuk yang ke-26 kalinya dalam forum yang dinamakan Conference of Parties (COP). COP merupakan pertemuan tahunan bagi anggota United Nations Frameworks Conventions on Climate Change (UNFCCC) untuk mengevaluasi ulang komitmen negara-negara dalam mengatasi krisis iklim.

COP, layaknya konvensi-konvensi internasional lainnya, cenderung menjadi panggung sandiwara politik berskala internasional. Banyak komitmen dan janji yang dilontarkan para elite hanya lip service. Solusi yang terucap dari mulut para pemimpin dunia tak ubahnya racun mematikan yang hanya manis di bibir tetapi dalam pelaksanaannya bertentangan dengan semangat perlindungan lingkungan.

Sebagai contoh, dalam COP26 tahun ini, lebih dari 100 pemimpin dunia berjanji untuk tidak hanya menghentikan, namun juga membalikkan deforestasi dan degradasi lahan. Sayangnya, solusi yang mereka tawarkan yaitu carbon offsetting, justru tetap melanggengkan praktik-praktik deforestasi.

Deforestasi dilegalkan selama sang perambah hutan, entah itu negara maupun korporasi, mampu membayar kerugian yang timbul akibat tindakannya. Bentuk ganti rugi ini dapat berupa penanaman hutan-hutan baru untuk menggantikan hutan yang dirusak. Jalan keluar dari krisis iklim tidaklah sesederhana itu. Hutan buatan tidak dapat menggantikan hutan alami.

Penting bagi kita semua untuk menekan para pemimpin dunia untuk membuat solusi nyata, bukan hanya bualan. Menyikapi banyaknya ketidakpuasan dalam COP26, BEM Universitas Indonesia bersama dengan Greenpeace Indonesia dan 350.org Indonesia berinisiatif menyelenggarakan mimbar bebas internasional berjudul “Conference of Students: Response of COP 26”pada Sabtu (20/11/2021) malam.

Diselenggarakan via Zoom, disiarkan melalui kanal Youtube Greenpeace Indonesia. Kepala Tim Satuan Pengendali Internal BEM UI 2021, Errdiansha Ibaraki dan Wakil Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI 2021, Filda Auliasyifa menjadi pemandu acara. Hadir perwakilan dari 70-an organisasi dari lima negara yaitu Malaysia, Singapura, Australia dan Inggris.

Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI 2021 membuka dengan opening speech. "Climate crisis is never a one country problem. COP 26 is to unite students and young peoples to create power to overcome the climate crisis,” katanya dikutip dari siaran pers yang diterima pada Minggu (21/11/2021). Setelah itu, mimbar bebas dilanjutkan dengan sesi delegates speech.

Perwakilan dari Klima Action Malaysia, Aroe Ajoeni mengatakan: we need an alternative to COP because it will not solve the climate crisis fast enough or protect the frontline communities who are already affected today, and this alternative, it needs to create disruption, it must come from the people and we will not cross our fingers and let the next 10 COPs decide our fate.

Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM FH UI Timothy Sambuaga menegaskan, “Now i'm asking you from the bottom of my heart to act and save this country right now. Because if you are not, for god's sake you will be remembered by future generations and they will never not forgive you.”

We (the government) can apply a code of conduct that focuses on waste management that must be applied on all companies and give penalties for violators in the form of license revocation,” ucap Naufal Syihab dari BEM SI.

Mia Clement dari Oxford Climate Society mengatakan pesan kuat dengan salah satu poinnya, “If we work together we can show tremendous strength and show that it's not just westerners who can do many things...

John Ng, perwakilan dari Singapore Climate Rally menuturkan, “We have to acknowledge global responsibility contributing to the current climate crisis.” Fiza Khan, mahasiswi dari Monash University yang mewakili GreenWelfare.id menyatakan: when the richest of the worlds are the ones determining the human race's survival. Thousands of climate activists, especially those in their youth and from the global south were unable to attend due to the high costs. Leaving out the voice involved the ones who are most affected by climate change.

Sesi berikutnya adalah free speech yang memberikan kesempatan para partisipan untuk menyampaikan pendapatnya. Akmal, siswa SMA yang mewakili organisasi Adventure Book mengatakan, “Edukasi terhadap anak-anak atau adik-adik kita sendiri yang akan hidup di masa depan nanti bisa membuat hidup mereka lebih baik tentang apa sih artinya lingkungan yang baik itu sendiri.”

Mimbar bebas ditutup dengan pernyataan bersama yang disampaikan Ketua BEM UI 2021, Leon Alvinda Putra mewakili seluruh organisasi yang terlibat. Leon menegaskan: ... it is disappointing to see that COP26 did not really put an end to the exploitation that is severely affecting our earth. Multiple agreements and key points taken during the conference are contradictory and inconsistent to the main idea of combating climate change. Hence, many organizations and movements see COP26 as a mere drama among leaders and a false solution to the climate crisis. [Me1]

Editor: Dinda Marley
Bagikan

RELATED NEWS