BNI, CIMB, dan ICBC Dilaporkan Gagal Menghentikan Aksi Deforestasi

M. Abdi Amna - Jumat, 17 Juni 2022 09:36 WIB
Hutan Bowosie yang gundul, bPOLBF bertekad menanamnya kembali . (Istimewa)

MEDAN - Rainforest Action Network (RAN) merilis laporan yang menyebutkan Bank BNI, Bank CIMB, Bank ICBC dan 14 perusahaan lainnya gagal menghentikan deforestasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam praktik bisnis yang dijalankan.

Fitri Arianti, Juru Kampanye Hutan RAN, mengatakan laporan ini mengevaluasi kebijakan publik dan komitmen dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan dan mendanai aktivitas bisnis yang berisiko merusak hutan hujan tropis dunia.

“BNI, CIMB, dan ICBC mendapatkan nilai paling buruk F dalam laporan ini. Sedangkan perusahaan merek raksasa seperti Procter & Gamble, produsen coklat Mondelēz, dan produsen makanan Jepang Nissin Foods juga tertinggal dari rekan-rekan mereka dalam mewujudkan kebijakan untuk mengakhiri deforestasi dan pelanggaran HAM dalam rantai pasok komoditas yang berisiko terhadap hutan.” ujar Fitri dalam keterangan pera, Jumat (17/6/2022).

Dari 17 merek dagang dan bank multinasional yang dievaluasi, tak satupun yang menjalankan program bisnis sembari menekan perusakan hutan, perampasan lahan, dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat dan lokal.

Adapun korporasi yang dievaluasi adalah Colgate-Palmolive, Ferrero, Kao, Mars, Mondelēz, Nestlé, Nissin Foods, PepsiCo, Procter & Gamble; dan Unilever. Sedangkan bank yang mendukung pembiayaan merek-merek di atas antara lain: ABN Amro, Bank Negara Indonesia (BNI), CIMB, DBS, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), JPMorgan Chase, dan Mitsubishi.

Dalam laporan ini, Procter & Gamble menjadi perusahaan dengan nilai terburuk karena masih menerima minyak sawit dari salah satu anak perusahaan perusak hutan hujan terbesar di Indonesia, Royal Golden Eagle group (RGE) yang berada di bawah kendali Sukanto Tanoto.

Tidak hanya terhubung dengan Procter & Gamble, Sukanto Tanoto juga mengendalikan Pinnacle Company Limited yang menguasai saham perusahaan pulp dan bubur kertas PT Toba Pulp Lestari (TPL).

TPL memiliki rekam jejak pelanggaran HAM dan konflik lahan dengan Masyarakat Adat Batak Toba di Sumatera Utara yang belum tuntas hingga saat ini.

TPL mulai menghancurkan hutan-hutan di wilayah adat Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria sekitar tahun 2003, masyarakat tidak dikonsultasikan dan sama sekali tidak diinformasikan tentang rencana pembangunan HTI perusahaan mereka. Saat itu, kegiatan TPL selalu dikawal aparat keamanan dan aparat hukum setempat – sebuah bentuk intimidasi yang nyata untuk meredam Masyarakat Adat yang tidak setuju.

Koordinator Studi dan Advokasi Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Rocky Suriadi, mengungkapkan bagaimana TPL mulai merebut hutan kemenyan milik Masyarakat Adat Pargamanan Bintang-Maria.

"Hutan kemenyan Pargamanan-Bintang Maria yang menjadi sumber mata pencaharian, dan hidup masyarakat terancam digunduli untuk ditanami eukaliptus oleh TPL, sementara masyarakat masih menunggu pengakuan negara atas wilayah adat dan hutan adat mereka,” Rocky menjelaskan.

Editor: M. Abdi Amna
Bagikan

RELATED NEWS