Ketika Para Kepsek Berbagi dan Menginspirasi Dunia Pendidikan

Dinda Marley - Senin, 17 Januari 2022 09:59 WIB
Ilustrasi kepala sekolah (HO)

HalloMedan.co - Jakarta Intercultural School (JIS) bekerja sama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) dan Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menyelenggarakan Jakarta Principal Shadowing Program. Workshop peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah negeri di lingkungan DKI Jakarta.

Proses seleksi diikuti ratusan kepala sekolah (kepsek) dan meloloskan 11 pendidik. Para peserta terpilih menghadiri program selama dua hari pada pekan ini dalam bimbingan para pengajar berpengalaman dari JIS.

“Jakarta Principal Shadowing Program adalah pendampingan kepada pemimpin sekolah negeri. Para kepala sekolah dapat berbagi dan mendapat inspirasi dari para pengajar kami dan terinspirasi menjawab tantangan pendidikan Indonesia, khususnya di kondisi new normal,” kata Maya Nelson, Interim Head of School, JIS, Senin (17/1/2022).

Para kepala sekolah antusias menjalani program, seperti yang dirasakan Mirdawani dari SMP 110 Jakarta Selatan. Sebagai kepala sekolah, dia merasa Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim memberi perhatian besar kepada murid karena akan jadi pemimpin masa depan, begitu juga dengan guru.

"Sejalan dengan arahan tersebut, dalam program ini, kami diingatkan untuk selalu mendampingi guru dan siswa sebagai target. Kepala sekolah harus lebih bisa memahami kebutuhan guru dan memiliki relationship yang lebih erat. Kami siap membawa mindset yang baru ke sekolah setelah ini,” kata Mirdawani.

Dede Hidayat, Kepala Sekolah SMKN 40, Jakarta Timur, mengungkapkan, tantangan kepala sekolah saat ini adalah me-manage orang-orang. Terkait guru, pihaknya harus bisa memotivasi dan meningkatkan self-discipline.

"Kepala sekolah dituntut bisa meningkatkan performa guru agar memiliki komitmen yang kuat dalam mengajar,” ucapnya.

Tak hanya hubungan dengan guru, melalui program ini, Kepala Sekolah SMAN 74 Jakarta Nunun Maslukah terinspirasi untuk lebih mengurangi toleransi kepada para murid.

“Selama proses belajar jarak jauh, para murid sering off cam atau mematikan kamera saat belajar. Kami biasanya memberikan toleransi dan ini jadi problem dalam proses belajar. Dalam program ini, kami didorong untuk meningkatkan disiplin, misalnya satu kali diizinkan off cam. Jika terjadi yang kedua, maka mereka akan dianggap tidak ikut kelas,” kata Nunun.

Off cam rupanya menjadi isu hangat di kalangan pendidik karena dianggap mengganggu proses belajar. Ada murid yang hanya mematikan kamera di jam tertentu. Setelah diselidiki, ternyata ia setiap pagi disuruh orangtua ke pasar.

"Kami pun berdialog dengan orangtua untuk memberi pengertian tentang proses belajar jarak jauh yang baik dan kini tidak terjadi lagi,” tambah Dede.

Inspirasi lain yang dibawa Dede dari program ini adalah pentingnya data sistematis tentang murid. Saat ini, wakil bidang kesiswaan di sekolah hanya mendata masalah-masalah berat yang dilakukan murid. Kalau punya data yang lebih sistematis dan detail tentang para murid, bisa mendeteksi masalah lebih dini dan mampu mencegahnya seperti yang diterapkan di JIS.

Tantangan bagi kepala sekolah di tingkat Sekolah Dasar tak kalah besar, masalah sumber daya manusia. Di sekolah, hanya ada para guru dan satu orang operator. Padahal untuk operasional sekolah, ada urusan administrasi, keuangan, penanganan barang dan lainnya.

"Dengan tantangan ini, saya tetap ingin mengubah paradigma para guru yang masih mengajar dengan teknik monoton dan lama agar lebih produktif, kreatif dan lebih inovatif. Inilah alasan saya sangat bersemangat mengikuti program ini,” ujar Siti Eka Rahma, Kepala Sekolah SDN Johar Baru 01 Pagi.

Penyelenggaraan program juga dihadiri Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary dan Kabid Pengembangan Kompetensi Dasar Manajerial dan Fungsional BPSDM Provinsi DKI Jakarta, Indang Murniningsih.

“Program ini sangat penting bagi para kepala sekolah agar dapat melihat secara langsung pengelolaan sekolah bertaraf internasional. Wawasan mereka tentang pengajaran maupun program semakin terbuka. Selain dapat diterapkan di sekolah masing-masing, mereka juga dapat berbagi dengan rekan-rekannya karena sebelas kepala sekolah ini sudah melewati seleksi dan dianggap kompeten untuk mengikuti program ini,” ujar Miftah.

JIS didirikan pada 1951 oleh pekerja PBB, tujuannya untuk mengenalkan sekolah berbahasa Inggris untuk anak-anak ekspatriat di Indonesia yang saat itu baru merdeka. Awalnya dinamai the Joint Embassy School (JES) untuk menghormati kedutaan besar pendiri yaitu Inggris, Amerika, Australia dan Yugoslavia. Lebih dari satu dekade kemudian, di 1977, JES berubah menjadi Jakarta International School dan di 2014 menjadi Jakarta Intercultural School. [Me1]

Editor: Dinda Marley

RELATED NEWS