Industri TTE Global Terus Tumbuh, Bagaimana di Indonesia?

Dinda Marley - Selasa, 15 Februari 2022 15:47 WIB
VIDA’s Co-Founder and Chief Operating Officer - Gajendran Kandasamy (HO)

HalloMedan.co – Seiring transformasi digital dalam lingkungan kerja dan ekonomi digital yang terus tumbuh di tengah pandemi, kepopuleran Tanda Tangan Elektronik (TTE) pun terus meningkat secara global, termasuk Indonesia. DocuSign, Inc,. salah satu penyedia layanan TTE global mencatat pendapatan sebesar USD 545.5 Juta di Q3 2021, atau meningkat sebesar 42 persen Year-on-Year (YoY).

Dengan jumlah pengguna secara global mencapai 1.1 juta pengguna, DocuSign menyatakan, Total Addressable Market (TAM) dari TTE masih terbuka luas hingga mencapai USD 25 triliun. Di Indonesia, tren ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah penyedia layanan yang masuk ke dalam industri ini.

Salah satu Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) berinduk di Indonesia, PT Indonesia Digital Identity (VIDA) membenarkan optimisme ini. Gajendran Kandasamy, VIDA’s Co-Founder and Chief Operating Officer menyatakan, sejalan dengan tren global sekarang, pandemi telah meningkatkan penggunaan platform digital yang mendukung Work From Home dan Remote Work di Indonesia. Melalui manajemen akses, verifikasi dan autentikasi identitas dan tanda tangan elektronik tersertifikasi.

"Kami telah membantu partner bisnis untuk melindungi identitas digital penggunanya dan membantu mengembangkan bisnis mereka menjadi lebih cepat dan efisien. Selain itu, dengan lebih banyak perusahaan yang cenderung mempertahankan alur kerja digital pasca pandemi, kami optimis bahwa industri ini akan terus tumbuh,” kata Gajendran, Selasa (15/2/2022).

Seiring dengan TTE yang makin populer penggunaannya di Indonesia, hadirnya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah menyediakan kepastian hukum dalam penggunaannya. Di Indonesia, TTE disahkan oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diikuti Peraturan Pemerintah Nomor 71 2019. Periode 2018-2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat lebih dari 2,58 juta sertifikat elektronik telah diterbitkan untuk menjamin tanda tangan elektronik tersertifikasi.

Sertifikat elektronik sebagai jaminan validasi TTE

Gajendran menambahkan, Sertifikat elektronik adalah upaya meningkatkan keamanan bagi penyelenggara sistem elektronik secara signifikan, secara khusus dalam aspek kerahasiaan, keaslian, integritas dan nirsangkal (non-repudiation). Dalam menjalankan peran sebagai pihak terpercaya (trusted entity) yang menjamin kepemilikan sertifikat elektronik secara unik yang diklaim oleh pengguna, VIDA mengadopsi budaya keamanan siber yang ketat dalam prosesnya.

Secara internal, pihaknya memiliki divisi yang berbeda yaitu divisi Governance, Risk and Compliance (GRC), divisi Regulatory Compliance dan divisi Security Operation Center (SOC) yang memastikan komponen teknis dan persyaratan hukum maupun implementasinya telah dipenuhi. Melewati program audit secara menyeluruh oleh auditor eksternal dan independen yang mencakup persyaratan teknis (WebTrust CA 2.2, WebTrust CA SSL), manajemen keamanan (ISO 27001 dan ISO 27701), standar regulasi di Indonesia dan undang-undang perlindungan data dalam kawasan maupun GDPR (General Data Protection Regulation).

"Selain diakui sebagai PSrE terdaftar dan berinduk di bawah Kominfo, VIDA juga menjadi PSrE Indonesia pertama yang menerima sertifikasi global WebTrust," katanya.

VIDA juga terdaftar dalam regulatory sandbox milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam waktu kurang dari tiga tahun, perjalanan VIDA mendorong kepercayaan dari berbagai penyedia TTE global dengan memvalidasi TTE mereka di Indonesia melalui sertifikat elektronik yang dikeluarkan oleh VIDA.

Di awal 2022, VIDA telah memperkuat posisinya sebagai PSrE Indonesia yang diakui pemain global. Ini menandakan adanya kepercayaan pemimpin industri terhadap kepatuhan VIDA pada standar hukum dan keamanan siber secara global. Sejalan pula dengan misi dari pemerintah untuk memajukan ekosistem digital yang aman di Indonesia.

"Kami harap ini dapat mendorong pertumbuhan industri digital di Indonesia secara inklusif,“ kata Gajendran. [Me1]

Editor: Dinda Marley

RELATED NEWS